Renungan Setiap Saat : 5 Ways To Deal With A Difficult Boss
Jika kamu membaca artikel ini karena kamu memiliki bos yang menyebalkan, aku mengerti perasaanmu. Dari pengalamanku, aku sangat paham betapa beratnya beban yang harus kamu pikul akibat memiliki bos seperti itu. Stres dan gelisah bahkan bisa menghantuimu hingga waktu di luar jam kerja dan bahkan saat kamu bangun pagi.
Jika kamu ingin tahu seperti apakah mantan bosku itu, cobalah bayangkan seseorang yang cerewet, suka menuntut, merasa tidak aman, dan suka mengawasi setiap hal yang kamu lakukan. Sebagai dampak dari bekerja dengannya, beberapa temanku bahkan sampai sempat mengalami sakit kepala, gangguan tidur, dan jantung mereka berdegup tidak beraturan.
Aku pun pernah menjadi korban. Masih teringat jelas dalam pikiranku bagaimana peristiwa itu terjadi. Waktu itu, bosku marah dan dia mengirimiku banyak e-mail yang berisi komentar-komentar tentang kesalahanku. Dia mengomentari tata bahasa, tanda baca, dan lambatnya responsku dalam membalas e-mail. Komentar-komentarnya membuat tenaga dan konsentrasiku terkuras habis hari itu. Saat aku pulang meninggalkan kantor, aku merasa seolah-olah aku adalah orang yang paling tidak berguna di muka bumi.
Ketika malam tiba, aku kira aku bisa beristirahat dengan tenang. Namun, tiba-tiba bosku mengirimiku sebuah pesan singkat. Dia ingin memastikan apakah aku sudah memeriksa data yang dia minta atau belum. Darahku seolah membeku tatkala aku sadar kalau aku belum memeriksanya. Saking paniknya, sampai-sampai aku tidak dapat mengingat kata sandi ponselku sendiri, padahal aku baru saja menggunakannya beberapa menit yang lalu.
Singkat cerita, aku bisa mengingat kembali kata sandi ponselku, tapi karena aku tidak ingat data mana yang bosku inginkan, maka keesokan harinya aku pun terkena masalah. Kemudian, selama beberapa bulan setelahnya, dia bersikap dingin dan selalu mengkritik pekerjaanku walaupun aku sudah berusaha sebisaku untuk menyenangkannya. Keadaan berubah membaik hanya ketika ada karyawan-karyawan baru yang bergabung dan perhatian bosku jadi teralih kepada mereka.
Ketika aku merenungkan kembali pengalaman burukku selama enam bulan bekerja untuk mantan bosku, ada beberapa pelajaran yang dapat kupetik. Jika saat ini kamu sedang berada dalam keadaan yang serupa denganku dulu, aku harap artikel ini dapat menolong dan memberimu semangat.
1. Cobalah berunding dengan bosmu
Sebisa mungkin, cobalah untuk tidak berpikir negatif terlebih dahulu, apalagi jika kamu masih karyawan baru (karena mungkin saja kamu belum kenal karakter bosmu). Mungkin saja bosmu sedang memiliki masalah, sehingga dia tidak sadar bahwa sikapnya itu mempengaruhi karyawan serta pekerjaannya. Atau bisa juga karena kamu dan bosmu mengalami miskomunikasi hingga terjadi salah paham.
Aku yakin bahwa ini adalah satu dari sekian cara yang dapat kita pratikkan untuk menghormati bos kita (1 Petrus 2:17). Dulu, aku pun sempat mencoba berunding dengan bosku soal beban pekerjaanku yang semakin berat. Namun, beban yang dia berikan padaku tidak semata-mata membuatku langsung membencinya, karena aku pun harus berusaha untuk melihat dari sudut pandang bosku.
Akan tetapi, perundingan tidak selalu menjamin adanya perubahan. Apalagi jika bosmu adalah tipe orang yang tidak dapat menerima kritik dan selalu merasa benar sendiri.
2. Sadarilah bahwa kamu tidak selalu dapat “mengatur” bosmu
Ada banyak artikel yang dapat memberimu informasi tentang cara-cara efektif dalam menghadapi bos yang menyebalkan. Contohnya: Cobalah cari tahu hal-hal apakah yang sekiranya bisa memancing emosi bosmu, sehingga kamu bisa bertindak lebih hati-hati. Bagi sebagian orang, cara ini mungkin akan berguna. Tapi, jika bosmu adalah seorang yang tidak rasional, maka cara ini tidak akan efektif.
Sebenarnya, sebelum aku mulai bekerja di divisi ini, aku sudah mendengar reputasi buruk tentang bosku. Bahkan, seniorku juga pernah menghimbau supaya aku jangan menerima pekerjaan ini. Tapi, dengan polosnya, aku pikir bahwa aku pasti bisa “mengubah” bosku apabila aku bekerja dengan baik dan mampu membuktikan kemampuanku padanya. Selama enam bulan pertama, aku giat bekerja dan keadaan terlihat baik. Bahkan, aku berhasil menjadi salah satu karyawan favorit bosku waktu itu.
Namun, seiring waktu berlalu, sekalipun cara pandang dan sikapku akan pekerjaan tidak berubah, keadaan mulai berubah. Hal-hal kecil yang tadinya tidak menjadi masalah, sekarang seakan menjadi masalah besar di mata bosku. Alhasil, tidak sehari pun dapat kulewati tanpa memohon maaf kepadanya.
Aku kehilangan sukacita dalam pekerjaanku dan rasa takut selalu menghantuiku setiap kali aku hendak berangkat ke kantor setiap pagi. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri setiap ada kesalahan kecil yang terjadi hingga aku kehilangan rasa percaya diriku. Ketika aku menyadari bahwa dengan kekuatanku sendiri aku tak mampu berbuat apa-apa, aku berpaling kepada Tuhan.
3. Ingatlah bahwa yang sesungguhnya memegang kendali adalah Tuhan
Aku teringat akan malam-malam ketika aku menulis doaku di sebuah jurnal. Di atas tempat tidur, aku menangis sembari berdoa supaya Tuhan memampukanku untuk memandang hanya kepada-Nya saja, dan bukan untuk menyenangkan manusia. (Kolose 3:23-24)
Dalam masa-masa sukar itu, inilah yang kutulis dalam jurnalku:
“Tuhan, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa takut untuk berangkat kerja. Tadinya kukira aku tidak akan pernah mengalami masalah semacam ini, tapi komentar-komentar yang bosku lontarkan itu mempengaruhi pikiranku. Aku gelisah kalau membayangkan bosku kembali mengirimiku e-mail tentang masalah yang sama lagi. Tuhan, Engkaulah yang telah mengajariku sejak remaja untuk terus percaya kepada-Mu, mengutamakan-Mu, dan bekerja sepenuh hati demi Engkau, dan bukan demi manusia. Bantulah aku melepaskan segala kepahitan dan ketidaksenanganku kepada bosku, karena aku hanya ingin fokus kepada Engkau saja, oh Tuhan.”
Satu minggu sejak aku mengucapkan doaku itu, Tuhan mengubahkan cara pandangku dengan cara yang sangat tidak terduga. Anggota keluargaku mengalami kecelakaan sehingga aku harus izin kerja selama beberapa minggu. Di waktu inilah aku belajar untuk berhenti mengasihani diri sendiri dan meluruskan kembali pandanganku. Aku tidak lagi mendambakan pengakuan dan pujian dari bosku, karena semua hal ini kurasa tidak lagi penting buatku.
Selama ini, aku sudah terlalu fokus pada permasalahanku sendiri, sehingga aku lupa bahwa Tuhanlah yang sesungguhnya memegang kendali atas hidupku. Aku diingatkan kembali bahwa Ialah yang menciptakan dan mencukupkan segala kebutuhanku. Seperti halnya Ia memiliki kuasa untuk memberi nyawa bagi makhluk hidup dan mengambilnya kembali, demikianlah Ia juga memiliki kuasa untuk mempertemukan dan memisahkan aku dari bosku.
4. Temukan rekan-rekan kerja yang sehati dan dapat mendukungmu
Tuhan tidak meninggalkan aku sendiri. Aku mengucap syukur untuk rekan-rekan kerjaku yang Kristen dan rekan-rekan dari gereja yang terus menerus mengingatkanku akan kuasa dan kasih Tuhan. Bahkan, melalui masalah ini, beberapa dari mereka sekarang menjadi sahabatku.
Janganlah memendam segala rasa frustrasi dan kesedihanmu sendirian di dalam hati. Cobalah cari seorang teman yang dewasa dan peduli, supaya dia dapat berdoa bagimu dan memberimu nasihat. Tuhan telah memberikan bagi kita saudara-saudari seiman di dalam Kristus yang mengasihi dan menemani kita dalam melewati masa-masa yang sukar (Amsal 17:17). Jika waktunya tiba, mungkin kamulah yang justru akan menjadi penolong dan penasihat bagi saudara seimanmu ketika mereka menghadapi masalah yang serupa dengan masalahmu dulu.
5. Jangan bergosip
Ketika kamu telah menemukan sekelompok teman yang dapat menopangmu dalam menghadapi persoalan, salah satu godaan terbesar adalah mengubah kesempatan untuk berbagi pokok doa menjadi kesempatan untuk bergosip. Sejujurnya, aku telah jatuh dalam kesalahan ini berkali-kali. Semakin terbelalaknya mata mereka dan antusiasnya ekspresi wajah mereka ketika aku bercerita soal bosku, semakin berkobar semangatku untuk bergosip. Pada akhirnya, ketika aku bertemu dengan teman-temanku yang lain, aku jadi tergoda untuk menceritakan tentang bosku, bahkan terkadang sampai ke detail-detail terkecil.
Seiring aku berkumpul dengan mantan rekan-rekan kerjaku dari waktu ke waktu, kami pun banyak bertukar cerita. Karena kami semua telah merasakan sendiri bagaimana menderitanya bekerja bagi seorang bos yang menyebalkan, kami pun saling bertukar cerita. Semakin banyak cerita yang kudengar, semakin buruk aku memandang bosku. Tadinya kupikir kata “jahat” saja cukup untuk menggambarkan kepribadian bosku itu. Namun setelah kudengar cerita dari mantan rekan-rekan sekerjaku, kata “jahat” seakan tak cukup lagi. Dia sudah seperti “monster” yang tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi, setiap kali aku pulang setelah bergosip, Tuhan menegurku di dalam hati karena cerita yang kubagikan itu tidaklah membawa kemuliaan bagi nama-Nya, baik di depan sesama orang percaya, maupun di depan teman-temanku yang bukanlah orang percaya. Pada akhirnya, aku berkali-kali harus mengaku dosa dan meminta ampun kepada Tuhan, karena telah menjelekkan bosku (Mazmur 34:13).
Sampai sekarang pun, aku masih terus belajar untuk mengekang mulutku. Inilah satu pelajaran yang masih terus kugumulkan sampai hari ini.
Sekarang, aku bekerja bagi seorang bos yang sifatnya bertolak belakang dengan bosku yang dulu. Selain mampu berpikir luas, dia juga sabar dan pengertian. Dia memberikan setiap karyawannya kesempatan untuk belajar dari kesalahan masa lalu. Bila saja aku belum pernah bekerja bagi mantan bosku, mungkin aku takkan pernah sadar betapa beruntungnya aku memiliki bos yang baik seperti bosku sekarang.
Aku berdoa supaya kamu pun suatu saat dapat bersyukur kepada Tuhan ketika kamu mengingat kembali bagaimana Tuhan menolongmu untuk mengatasi pergumulanmu di masa lalu.